Indragiri Hilir
Kabupaten yang dianugerahi kekayaan alam luar biasa. Lahan yang luas, hamparan perkebunan kelapa terbesar di dunia, kampung-kampung nelayan yang menghidupi ribuan keluarga, hingga sentra persawahan yang menyuplai pangan daerah. Hasil lautnya bahkan menembus negara tetangga, dari udang, sotong, hingga kepiting bakau.
Namun ironisnya, kemiskinan tetap di depan mata, dan masih ada desa yang berstatus tertinggal, bahkan tak memiliki akses jalan darat. Sebuah potret kontras yang sulit diterima akal sehat: daerah kaya, rakyat miskin.
Banyak masyarakat menilai, Pemda Inhil tidak menjalankan potensi besar ini secara optimal. Putra-putri terbaik Inhil yang bekerja di provinsi atau pusat pun kerap dianggap tidak memberikan dampak berarti bagi kampung halamannya.
“Yang pintar banyak, yang jadi pejabat juga banyak. Tapi sayangnya, diduga yang mereka pikirkan hanya memperkaya diri dan keluarga,” ujar salah seorang tokoh masyarakat dalam percakapan dengan media.
Sementara itu, OPD-OPD di lingkungan Pemkab Inhil juga menjadi sorotan. Anggaran besar habis setiap tahun, namun bukti nyata di lapangan sangat minim. Jalan rusak, kebun masyarakat terendam karena tanggul jebol, nelayan terabaikan, dan desa-desa pedalaman tetap tertinggal.
2025 yang tinggal menghitung hari, tuntutan publik semakin kuat. Bupati Inhil harus merangkul semua potensi anak negeri, terutama mereka yang memiliki akses ke pemerintah pusat.
Sudah banyak putra-putri Inhil yang memiliki akses ke kementrian, mereka punya kemampuan, jaringan, dan gagasan yang dapat membawa dana pusat turun ke desa-desa Inhil. Namun hingga kini, sinergi itu tak juga terjadi.
“Semuanya terhenti di meja OPD. Banyak konsep yang tidak dipahami, banyak peluang yang tidak ditangkap. Sementara masyarakat butuh bukti, bukan sekadar perjalanan dinas, dan menghabiskan anggaran,” tegas seorang pemerhati kebijakan daerah.
Pembangunan tidak bisa hanya bertumpu pada pundak seorang Herman sebagai Bupati Inhil. Harus ada gerakan bersama dari putra-putri negeri, akademisi, jurnalis, tokoh adat, pengusaha, dan diaspora Inhil di luar daerah.
Saatnya anak negeri menjemput anggaran ke pusat, membawa data, menyusun program, dan menunjukkan bahwa Inhil adalah wilayah yang siap berkembang jika kesempatan diberikan.
Ketua PPWI Inhil Rosmely, menegaskan bahwa media dan masyarakat harus berada di garis depan perubahan.
“Inhil tidak kekurangan orang hebat, yang kurang adalah keberanian untuk bersuara dan bergerak. Media harus menjadi penjaga moral publik. Jangan diam melihat desa-desa terisolir di tengah daerah yang kaya. Kita kawal, kita suarakan, dan kita yang punya akses pusat membantu pemerintah dan memaksimalkan potensi yang ada,” ujar Rosmely, Ketua PPWI.
Rosmely juga menambahkan bahwa dirinya siap menjadi jembatan komunikasi antara masyarakat, pemerintah, dan para pemangku kepentingan nasional. “Bupati harus membuka pintu seluas-luasnya untuk putra-putri Inhil yang punya kemampuan. Jangan bekerja sendiri. Ini bukan era ego sektoral, tapi era kolaborasi.”
Inhil membutuhkan perubahan.
Inhil membutuhkan keberanian.
Dan yang paling penting, Inhil membutuhkan anak-anak negerinya sendiri.
Karena jika bukan sekarang, kapan lagi?
Dan jika bukan kita, siapa lagi?
Jangan Diam, Media dan Anak Negeri Harus Bergerak. (*)
_Ditulis oleh seorang Ibu yang peduli pada anak-anak negeri Kabupaten Inhil._
